ilmupengetahuanalam.com – Desa Sawai dikenal sebagai desa tertua di Maluku yang hingga kini masih menyimpan jejak sejarah panjang. Keunikan desa ini tak lepas dari kuatnya pengaruh kebudayaan Arab yang terlihat jelas dalam kehidupan masyarakatnya, mulai dari musik, cara berpakaian, hingga ciri fisik sebagian warganya yang berhidung mancung dan berwajah khas Timur Tengah.

Memasuki Desa di Kaki Bukit Pulau Seram

Perjalanan terus membawa kami ke wilayah yang semakin terpencil. Untuk memastikan arah, kami sempat bertanya kepada warga yang melintas. Jarak menuju Desa Sawai hanya sekitar 1,5 kilometer lagi. Tak sampai 10 menit, kendaraan kami menuruni sebuah bukit dengan pemandangan desa yang terhampar di kakinya.

Sesampainya di sana, kami kembali memastikan kepada penduduk setempat dan benar saja, inilah Desa Sawai—desa tertua di Maluku.

Lisar Bahari, Penginapan di Ujung Desa

Tujuan pertama kami adalah Lisar Bahari, penginapan sederhana yang terletak di sudut paling ujung desa dan langsung berbatasan dengan pesisir. Untuk mencapainya, kendaraan harus melewati jalan desa yang sempit dan hanya cukup dilalui satu mobil.

Pak Ali, pemilik Lisar Bahari, menyambut kami dengan ramah. Setelah beristirahat sejenak dan merapikan barang, beliau mengajak kami berdiskusi mengenai rencana wisata, termasuk kunjungan ke Pantai Ora yang terkenal. Usai berbincang, kami dipersilakan menjelajahi desa dan berinteraksi langsung dengan warga setempat.

Kehidupan Desa yang Bersahaja dan Ramah Wisatawan

Saat berjalan kaki menyusuri desa, aktivitas warga terlihat begitu alami. Mereka tampak tak terganggu dengan kehadiran kami. Menurut Pak Ali, warga Desa Sawai memang sudah terbiasa menerima wisatawan, terutama sejak berdirinya penginapan di desa ini.

Suasana pedesaan yang tenang dan pemandangan sederhana justru membuat kami semakin tertarik untuk mengenal Desa Sawai lebih dekat.

Nelayan dan Tradisi Kalawai yang Masih Bertahan

Sebagian besar penduduk Desa Sawai menggantungkan hidup sebagai nelayan. Selain memancing, mereka masih mempertahankan tradisi menangkap ikan yang disebut kalawai, yakni berburu ikan menggunakan tombak khusus yang biasanya dilakukan pada malam hari.

Selain melaut, warga juga berkebun di sekitar desa dengan hasil utama berupa palawija dan berbagai jenis buah-buahan yang menopang kebutuhan sehari-hari.

Sumber Air Kehidupan di Tengah Desa

Langkah kami terhenti di sebuah parit kecil yang menjadi pusat aktivitas warga. Meski ukurannya tak besar, parit ini digunakan untuk mencuci hingga mandi. Uniknya, bagian pinggir parit yang berbatasan dengan rumah warga telah dipercantik dengan ubin keramik, menyerupai miniatur kanal di Venezia.

Parit ini mengalir menuju sebuah kolam besar di tengah desa yang menjadi sumber air tawar utama. Anak-anak bermain air dengan riang, sementara para ibu mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga. Mata air ini telah menjadi sumber kehidupan Desa Sawai sejak dulu dan dijaga bersama dengan penuh tanggung jawab.

Warisan Pedagang Arab di Pulau Seram

Usia tua Desa Sawai tak lepas dari kisah awal terbentuknya desa ini. Meski tak ada catatan tertulis mengenai tahun pasti berdirinya, masyarakat setempat meyakini bahwa Desa Sawai dibangun oleh para pedagang Arab yang datang ke Pulau Seram jauh sebelum masa penjajahan Spanyol, Portugis, dan Belanda.

Pengaruh Arab pun masih terasa kuat hingga kini, mulai dari musik gambus, busana gamis, hingga ciri fisik warga yang mencerminkan keturunan Timur Tengah.

Masjid, Arsitektur Unik, dan Dermaga Kehidupan

Perjalanan kami berlanjut ke alun-alun desa, tempat berdirinya sebuah masjid besar yang menjadi pusat ibadah masyarakat. Mayoritas penduduk Desa Sawai beragama Islam, semakin menguatkan keterkaitan sejarah dengan nenek moyang mereka yang berasal dari Arab.

Rumah-rumah penduduk menampilkan perpaduan arsitektur Mediterania dan Eropa, meski sebagian bangunan kini tampak mulai usang karena kurang terawat.

Di ujung perjalanan, kami tiba di dermaga utama desa. Dermaga ini menjadi tempat para nelayan berlabuh sekaligus arena bermain anak-anak. Dengan lompatan-lompatan penuh gaya ke laut, tawa dan keceriaan terpancar jelas dari wajah mereka.

Desa Tua yang Tetap Hidup dan Bahagia

Desa Sawai bukan hanya menyimpan sejarah panjang dan keunikan budaya, tetapi juga menghadirkan potret kehidupan yang hangat dan apa adanya. Di desa tertua Maluku ini, kebahagiaan tampak tumbuh dari kesederhanaan dan kebersamaan warganya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *